Rabu, 06 Mei 2015

BRANCHLESS BANKING (GLOBAL VS REGIONAL)


BRANCHLESS BANKING (GLOBAL VS REGIONAL)

Melanjutkan pembahasan tentang Branchless Banking ( BB ) kita akan coba melihat lebih jauh kenapa perlu adanya BB. Untuk kita pahami sesuai dengan pembahasan sebelumnya tentang istilah BB, kita berpatokan pada istilah BB sebagai kegiatan layanan transaksi bank dengan kriteria sebagai berikut :
1.      Tanpa melalui kantor cabang bank
2.      Menggunakan agen yang bekerjasama dengan bank
3.      Nasabah bisa melakukan transaksi sendiri atau menggunakan agen
4.      Fitur transaksi yang sederhana/basic feature
5.      Layanan murah/low cost transaction
6.      Ditujukan khususnya untuk segmen bawah atau unbanked
BB sebagai salah satu bentuk inisiatif financial inclusion  sangat membantu untuk memajukan  perekonomian suatu negara melalui peningkatan akses masyarakat terhadap jasa layanan bank sehingga ultimate goal bank sebagai unit usaha pembiayaan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Studi-studi yang dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah, swasta, asosiasi, perusahaan keuangan maupun lembaga donor menyimpulkan beberapa hal kenapa perlunya BB. Berikut kami sampaikan kenapa BB :

1.      Seperti halnya dinegara negara berkembang Indonesia termasuk didalamnya, akses layanan perbankan masyarakat bawah masih kurang bahkan beberapa negara dapat dikatakan kurang sekali. Indonesia sendiri berdasarkan survey Bank Dunia tahun 2010 berkisar 49% dari populasi belum terlayani. Negara-negara lain seperti Pakistan 85%, Filipina 75%, China 60% dan India 55%. Thailand dan Malaysia justru lebih rendah dari Indonesia.

2.      Pembukaan kantor bank yang memerlukan investasi dan biaya operasional yang mahal. Sebagai gambaran rata-rata biaya investasi yang dibutuhkan bisa sekitar 1,5 milyar dengan biaya operasional tahunan sekitar 900 juta per kantor

3.      Konsentrasi lokasi perbankan banyak didaerah perkotaan atau urban yang padat. Hal ini dikarenakan potensi bisnis yang secara kasat mata sudah jelas terlihat menguntungkan bagi bank. Kalaupun ada di rural area, dapat dipastikan merupakan area yang padat aktifitas ekonomi, berkembang sehingga secara ekonomis bank melihat feasibility membuka bank didaerah tersebut menguntungkan.

4.      Persepsi masyarakat bawah terhadap layanan bank. Mereka melihat bank sebagai sesuatu yang tidak untuk mereka (bank is not for me). Sejatinya mereka justru dalam keseharian bersentuhan secara tidak langsung dengan layanan keuangan (financial service) yang juga dilakukan bank. Namun karena persepsi, mereka cenderung melakukannya dengan lembaga yang bukan bank antara lain koperasi dan perorangan. Persepsi yang mereka miliki bahwa :

·         Berhubungan dengan bank harus punya uang banyak dan hanya untuk orang kelas atas berduit
·         Harus meluangkan waktu khusus ke bank karena jarak yang jauh dari tempat aktifitasnya sehari hari
·         Prosedur berhubungan dengan bank berbelit belit, banyak aturan dan wajib diikuti
·         Harus antre untuk  bertransaksi yang hanya untuk kebutuhan sederhana seperti setor atrau tarik dengan jumlah kecil misalnya Rp. 10.000,--
·         Biaya transaksi yang mahal, misalnya kirim uang kena biaya Rp. 25.000,--
·         Produk atau layanan bank tidak dirancang untuk mereka dengan kondisi keuangan yang tidak tetap
·         Ada kecenderungan diskriminasi dalam pelayanan terhadap mereka, menganggap mereka tidak punya uang sehingga layanan yang diterima berbeda.

5.      Potensi besar segmen bawah yang belum tergarap. Jujur kita akui bahwa aktifitas ekonomi sebagian besar digerakkan oleh sektor ekonomi kelas bawah seperti usaha-usaha mikro yang masih dilaksanakan melalui mekanisme tunai. Berdasarkan data kurang lebih sebesar Rp. 300 triliun uang tunai ditransaksikan lewat segment ini. Apabila jumlah tersebut masuk ke sistem perbankan dan disalurkan bank kembali dalam bentuk kredit ke meraka, tentunya akan menjadi stimulus penggerak perekonomian yang sangat besar. Efisiensi dalam pengeloaan uang tunai oleh BI pun akan dapat ditingkatkan dengan adanya penggunaan transaksi melalui branchless banking.

6.      Kemajuan teknologi khusus dalam berkomunikasi. Adanya tingkat penetrasi yang tinggi perusahaan telco ke masyarakat bawah melalui penggunaan telepon seluler, menyebabkan timbulnya pemikiran bagaimana memanfatkan kemajuan cara berkomunikasi ini untuk menembus layanan keuangan ke segmen dimaksud dengan memanfatkan keunggulan - keunggulan yang dimiliki perusahaan telco.

Hal-hal tersebut diatas, mengkondisikan perlunya BB dan saat ini sedang berkembang di negara-negara Asia Pasific, Africa dan Amerika Latin. Asia merupakan emerging market termasuk Indonesia yang baru mulai memasuki era ini, meskipun aturan terkait penerapannya masih dalam persiapan oleh BI.

Demikian hal-hal terkait kenapa perlunya branchless banking.

KANTOR BANK TANPA CABANG
Layanan lembaga keuangan formal seperti perbankan di negara-negara berkembang hanya dapat menjangkau sebagian kecil warga negara sehingga berbagai otoritas keuangan menggalakkan program inklusi finansial. Masyarakat bawah enggan berhubungan dengan bank misalnya karena mereka sudah membayangkan mahalnya berurusan dengan bank. Sementara bank juga menilai melayani masyarakat bawah membutuhkan biaya yang lebih besar. Namun lembaga keuangan memegang peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan sehingga upaya menjangkau masyarakat bawah tetap harus dilakukan. Bahkan lembaga Konsultan Economic Develoment Service (EDS) menilai lembaga keuangan berperan dalam upaya pengurangan kemiskinan di Indonesia.
Peter menilai inisiatif yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dalam upaya meningkatkan inklusi keuangan sudah sesuai dengan upaya mengurangi kemiskinan. Inisiatif itu antara lain program pendidikan keuangan (Ayo ke Bank), promosi produk tabungan dengan biaya rendah (Tabunganku), peningkatan kapasitas bank pembiayaan/perkreditan rakyat, program kemitraan, penyusunan database UKM, proyek percontohan dan panduan pelaksanaan "branchless banking" (bank tanpa kantor cabang". Berdasarkan data Kemensos pada Februari 2013, jumlah penduduk miskin di Indonesia sudah berkurang 540 ribu dari total 29 juta penduduk miskin pada tahun 2012. Rendahnya keterjangkauan masyarakat atas layanan lembaga keuangan juga dihadapi Pakistan pada tahun 2008. Pada 2008 jumlah penduduk dewasa (lebih dari 15 tahun) Pakistan mencapai 120 juta jiwa di mana sebanyak 60 persen tinggal di pedesaan dan 40 persen tinggal di perkotaan. Sementara jumlah kantor cabang bank mencapai 11.000 di mana 30 persen di pedesaan dan 70 persen di perkotaan.
Sementara BI meluncurkan proyek percontohan perbankan tanpa kantor cabang di delapan provinsi pada pertengahan Mei 2013. Proyek percontohan itu mengikutsertakan lima bank dan perusahaan telekomunikasi. Pelaksanaan uji coba itu akan berlangsung Mei-November 2013. Pelaksanaan uji coba perbankan tanpa kantor cabag dilaksanakan di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Adapun lima bank yang mengikuti program itu adalah Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), CIMB Niaga, dan Bank Sinar Harapan Bali. Sedangkan tiga perusahaan telekomunikasi yang ikut yaitu Telkomsel, XL, dan Indosat. Program percontohan perbankan tanpa kantor cabang itu diharapkan dapat menjadi pondasi dalam proses perluasan akses khususnya bagi masyarakat pedesaan kepada lembaga keuangan formal.
Pemberian layanan perbankan tanpa kantor cabang tidak dilakukan melalui kantor fisik bank atau perusahaan telekomunikasi, namun menggunakan sarana teknologi dan jasa pihak ketiga atau agen yang disebut unit perantara layanan keuangan (UPLK) dan juga melalui tempat penguangan tunai (TPT). BI menuangkan aturan percontohan bank tanpa kantor dalam Pedoman Uji Coba Layanan Branchless Banking' pada 30 April 2013.

BTPN melaksanakan uji coba perbankan tanpa kantor cabang sejak Mei hingga November 2013. Uji coba dilaksanakan di dua provinsi yaitu Jawa Barat dan Bali. Di Jawa Barat, uji coba dilakukan di Kabupaten Bogor dengan mengambil tiga kecamatan yaitu Darmaga, Ciampea dan Cibungbulan. Tiga kecamatan itu dipilih karena di daerah tersebut terdapat banyak nasabah prasejahtera, nasabah mikro, pekerja informal dan mahasiswa. Sementara itu untuk mendukung layanan branchless banking itu, BTPN membuka produk btpn WOW yaitu layanan perbankan melalui telepon selular (ponsel) dengan biaya murah yang dapat diakses dengan ponsel termurah dan di area yang minim sinyal. Selama masa uji coba "agent banking" hingga November 2013, akses layanan bank melalui agen masih akan terbatas. Namun setelah itu peran agen (sebagai perpanjangan tangan bank) untuk memperluas jangkauan layanan kepada nasabah akan menjadi sangat penting.